Daftar Blog Saya

Kamis, 17 Juni 2010

Wilayah Pesisir Percut Sei Tuan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang paling penting yang ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial ekonomi, “nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak kepentingan yang ada di wilayah pesisir.
Semakin lemahnya kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungannya, semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada lingkungan tersebut. Hal ini juga akan merusak lahan, sehingga lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya kepada manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Selaiin ketidaksadaran terhadap lingkungan, lahan juga rusak karena terjadi penyalahgunaan fungsi terhadap lahan tersebut. Disaat lahan tidak mampu lagi memberikan fungsinya terhadap keadaan fisik dan sosial, ini akan berdampak terhadap masyarakat yang berada disekitarnya.
Percut Sei Tuan merupakan daerah pesisir dimana lahannya telah mengalami kerusakan. Kerusakan di kawasan pesisir disebabkan oleh fenomena alam dan tindakan masnusia.
Jadi penelitian ini diadakan karena dilatar belakangi untuk melihat dan keingintahuan penulis bagaimana kerusakan lahan yang telah terjadi di daerah tersebut. Dengan demikian peneliti ingin mengevaluasi lahan yang mengalami kerusakan tersebut. Jadi untuk mengatasi kerusakan tersebut diperlukan konservasi untuk mengembalikan fungsi lahan tersebut.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pada daerah pesisir di Percut Sei Tuan.
2. Bagaimana konservasi yang tepat terhadap lahan yang mengalami kerusakan tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah tidakan manusia dan fenomena lam yang bagaiaman yang dapat menyebabkan kerusakana lahan pada daerah pesisir di Percut Sei Tuan.

D. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan yang akan diteliti adalah :
1. Fenomena alam yang bagaimana yang menyebabkan kerusakan lahan pada daerah pesisir di Percut Sei Tuan.
2. Tindakan manusia yang bagaimana yang menyebabkan kerusakna lahan pada daerah pesisir di Percut Sei Tuan
3. Langkah-langkah apa sajakah yang dapat diambil untuk mengkonservasi lahan tersebut.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui fenomena alam apa yang dapat mengakibatkan kerusakan lahan pada daerah pesisi di Perscut Sei Tuan.
2. Untuk mengatahui tindakan manusia yang bagaimana yang mengakibatkan kerusakan lahan pada daerah pesisir di Percut Sei Tuan.
3. Untuk mengetahui cara mengkonservasi lahan tersebut.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa bagaimana kerusakan-kerusakan lahan yang terjadi di daerah pesisir serta menambah wawasan mahasiswa agar mahasiswa mampu mengambil langkah-langkah untuk mengkonservasi lahan tersebut.







BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Lahan
Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang fisik yang meliputi pengertian lingkungan fisik seperti tanah, iklim, topografi atau relief, hidrologi, dan vegetasi alami (natural vegetation) dimana secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan di dalamnya adalah akibat kegiatan-kegiatan manusia baik masa lampau maupun masa sekarang seperti penebangan hutan dan erosi. (http://elank37.wordpress.com/2007/11/28/sistem-informasi-sumber-daya-lahan/)
Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan fisik termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo seperti pada umumnya di DAS yang lain secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: hutan, tegalan, perkebunan, sawah, pemukiman dan penggunaan lain. Penetapan penggunaan lahan pada umumnya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji kembali melalui proses evaluasi sumberdaya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Untuk lebih memperluas pola pengelolaan sumberdaya lahan diperlukan tehnologi usaha tani yang tidak terlalu terikat dengan pola penggunaan lahan dan akan lebih parah lagi hasilnya apabila pembangunan pertanian masih melalui pendekatan sektoral tanpa ada integrasi dalam perencanaan maupun implementasinya.( http://elank37.wordpress.com/2007/11/28/sistem-informasi-sumber-daya-lahan/)

2. Kerusakan Lahan.
Kerusakan lahan merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi atau pengaturan tata air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi lahan sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air, dan lingkungan. Permasalahan Kawasan Pesisir dan Pantai, yaitu kerusakan hutan mangrove, abrasi dan akresi pantai, perubahan tataguna lahan di wilayah pesisir, intrusi air laut, dan pencemaran air laut. (http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/isu-strategis/permasalahan-kawasan-pesisi dan-pantai)
Permasalahan dalam penggunaan lahan sifatnya umum di seluruh dunia baik di negera maju maupun di negara berkembang, terutama akan menjadi menonjol bersama dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi. Pemikiran secara intuitif dalam penggunaan lahan sebenarnya telah dilakukan sejak lama, akan tetapi pemikiran untuk menggunakan lahan secara lebih efisien atau dengan cara berencana baru memperoleh wujud yang lebih jelas sesudah Perang Dunia I (Sandy, 1980).
Perataan kembali penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang telah berpenduduk dan perencanaan penggunaan lahan bagi daerah-daerah yang belum atau jarang penduduknya akan menyangkut berbagai pihak dan masyarakat luas. Apabila terjadi kerusakan lahan maka kemungkinan besar akan menyebabkan lahan kritis.


3. Pengertian Daerah Pesisir
Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 KEP, 10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi dimana ke arah 12 mil dari garis pantai untuk provisnsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat merupakan bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiharto, 1976, Dahuri,zool).
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, "nilai" wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir.( http://id.wikipedia.org/wiki/Wilayah_pesisir)
Definisi kawasan pesisir dari pendekatan ekologis adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan intrusi air laut; sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian perairan pantai sampai batas terluar dari paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses alamiah yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya penggundulan hutan, pencemaran industri/domestik, limbah tambak, atau penangkapan ikan. Jika dilihat dari pendekatan administrasi, kawasan pesisir adalah kawasan yang secara administrasi pemerintahan mempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiganya untuk kabupaten atau kota (Dahuri, et.al., 2001).
Jadi pada dasarnya garis batas kawasan pesisir hanyalah merupakan garis khayal yang letaknya dipengaruhi kondisi setempat dan secara konstan berubah karena proses natural yang sangat dinamis (Kay dan Alder, 1999). Di kawasan pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas dapat berada jauh dari garis pantai, sedangkan di pantai yang curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, kawasan pesisirnya sempit (Supriharyono, 2002). Untuk kepentingan pengelolaan, penetapan batas fisik kawasan pesisir didasarkan pada tujuan pengelolaan dan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan sumber daya. Jika pengelolaan bertujuan untuk menurunkan tingkat pencemaran perairan pesisir atau untuk mengendalikan laju sedimentasi, maka batas ke arah darat hendaknya mencakup suatu daratan Daerah Aliran Sungai (DAS) sedangkan ke arah laut meliputi area yang masih dipengaruhi oleh pencemaran yang berasal dari darat yang terbawa oleh aliran sungai tersebut. Batas seperti ini sama dengan yang digunakan oleh United States Coastal Management Act dan California sejak tahun 1976 (Kay dan Alder, 1999).
Betapa pentingnya pemahaman terhadap kawasan pesisir untuk mengantisipasi kerusakan land use/land cover yang semakin parah. Banyak penelitian yang secara konsisten fokus meneliti fenomena kawasan pesisir sebagai wilayah yang strategis tetapi juga teramat sensitif. Dan teknologi penginderaan jauh dan SIG sangat membantu dalam memahami proses perubahan yang terjadi di kawasan pesisir tersebut (Santun Sitorus, 1985)
Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakatperkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan masyarakat pesisir kurang diperhatikan. Sudah saatnya memang paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang sama terhadap masyarakat pesisir karena mereka juga adalah warga negara Indonesia. Konsekuensinya, justru masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigma masa lampau. Yang perlu dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat pesisir.. Karenanya, arah kebijakan sekarang ini untuk pemberdayaan masyarakat, umumnya bukan lagi ditekankan pada pembangunan (development) dalam arti memberikan barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan pelatihan dan pendampingan selama beberapa waktu - perlu waktu bertahun-tahun agar masyarakat mempunyai kemampuan manajemen (pengelolaan) (Santun Sitorus, 1985).

4. Konservasi
Tujuan utama konservasi lahan adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap dibawah ambang batas yang diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali atau nol erosi, khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan adalah mengurangi laju erosi sampai batas yang dapat diterima.
Batas maksimum laju erosi atau tingkat toleransi kehilangan tanah bukanlah hal yang mudah untuk ditentukan, karena menyangkut keseimbangan antara laju erosi dan laju pembentukan tanah yang secara praktis tidak mungkin dapat ditentukan. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengenali kapan kondisi keseimbangan itu tercapai, walaupun laju kehilangan tanah dapat diukur, laju pembentukan tanah berlangsung sangat lambat dan tidak mudah untuk menentukannya. Secara global, Buol, Hole dan Mc Cracken (1973) mengemukakan bahwa laju pembentukan tanah berkisar antara 0,01-7,7 mm/th, dengan rata-rata 0,1 mm/th (Zachar,1982).
Laju pembentukan tanah 0,1 mm/th ekivalen dengan 0,12 kg/m2/th atau 1,2 t/ha/th, dengan menganggap rapat massa tanah 1 t/m3. laju sebesar itu masih lebih kecil dibandingkan laju kehilangan tanah rata-rata lahan pertanian. Oleh karena itu, secara praktis Morgan (1986) menyatakan bahwa tingkat toleransi kehilangan tanah dapat didefenisikan sebagai nilai dimana kesuburan tanah dapat dipertahankan 20 sampai 25 tahun. Dengan demikian tiap-tiap jenis tanah perlu dinilai dan diketahui besarnya tingkat toleransi kehilangan tanah sebagai dasar untuk memformulasikan intensitas tata guna dan perlakuan strategi penyusunan rencana konservasi lahan dan air.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada daerah pesisir di kecamatan Percut Sei Tuan Sei Tuan, kabupaten Deli Serdang, provinsi Sumatera Utara. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 Km2 meliputi hampir 4,3% dari seluruh luas Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 18 Desa dan 2 Kelurahan. 5 Desa dari Wilayah Kecamatan merupakan Desa Pantai dengan ketinggian dari permukaan air laut berkisar dari 10 – 20 m dengan curah hujan rata-rata 243 persen.
Batas-batasnya :
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu
Sebelah Barat : Kecamatan Labuhan Deli dan Kodya Medan
Sebelah Selatan : Kodya Medan

B. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel dan populasi adalah seluruh lahan yang ada di daerah pesisir Percut Sei Tuan yang mengalami kerusakan baru-baru ini.

C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Teknik observasi yaitu melakukan pengamatan di lapangan pada wilayah yang mengalami kerusakan.
2. Studi pustaka yaitu data dari informasi uang penting melalui referensi dan buku yang relevan.

D. Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa yang digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh adalah mengobservasi dan kemudian mendeskripsikan keadaan atau kerusakan dari variabel yang diteliti.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Adapun jenis tanah di daerah ini adalah tanah alluvial karena beberapa kelurahan dari kecamatan Percut Sei Tuan di lalui oleh sungai dan itu yang menyebabkan tanah di daerah Kecamatan percut subur dan dapat di tumbuhi tanaman perkebunan seperti sawit serta menjadi lahan pertanian rakyat seperti tanaman kacang-kacangan. Selain itu karena daerah ini sudah cukup dekat dengan laut sehingga sumberdaya perairan didaerah ini cukup menghasilkan dan membantu perekonomian masyarakat Kecamatan Percut Sei Tuan. Sumberdaya Tanah di daerah percut kebanyakan digunakan untuk pembangunan Pabrik-pabrik industry dan lahan perkebunan.
Untuk lebih jelas, di bawah ini tertera table penggunaan lahan di Kecamatan Percut Sei Tuan.
Table penggunaan lahan di Kecamatan Percut Sei Tuan
No Bentuk Penggunaan lahan Luas/km2 Persentasr (%)
1 Tanah sawah 50,88 26,7
2 Bangunan 56,1 29,4
3 Kebun/tegal 4,58 2,36
4 Tanah perkebunan 69,05 36,19
5 Lapangan olah raga 0,56 0,29
6 Taman rekreasi 0,37 0,19
7 Jalur hijau 0,55 0,28
8 Tanaman pertanian rakyat 1,35 0,71
9 Rawa-rawa 2,78 1,46
10 Dan lain-lain 4,63 2,93
Jumlah 190,79 100
Sumber: monografi Kecamatan Percur Sei Tuan
Dari table di atas tampak bahwa lahan lebih banyak digunakan untuk perkebunan yaitu 69,05 km2di susul dengan penggunaan lahan untuk bangunan yaitu 56,1 km2, bangunan dalam hal ini adalah penggunaan untuk pemukiman dan industry seperti pabrik-pabrik. Dan lahan di daerah ini paling sedikit digunakan untuk taman rekreasi.

b. Pembahasan
Penelitian yang kami lakukan tepatnya di sebelah utara dari Kecamatan Percut Sei Tuan dimana daerah ini berada pada daerah pesisir dimana berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pada daerah ini kami banyak menemukan lahan-lahan yang mengalami kerusakan. Daerah pesisir ini banyak ditanami hutan bakau. Hutan bakau yang ada di kecamatan percut sei tuan yaitu 3817 hektar dan berada di sepanjang jalan menuju laut. Dan berdekatan dengan sungai yang melewati Kecamatan percut sei tuan. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Fenomena alam tersebut yang menyebabkan lahan di pesisir ini mengalami kerusakan.
Selain di lahan basahya, pada lahan kering di daerah ini juga mengalami kerusakan, khusunya karena ulah manusia. Keruskan lahan ini disebabkan oleh:
- limbah pabrik
- pembungan sampah sembarangan.

Gambar; kaerusakan lahan yang bersumber dari pembuangan sampah masyarakat.
Pada gambar di atas tampak lahan yang mengalami kerusakan lahan yang disababkan oleh sampah. Kerusakan ini terjadi karena ulah manusia yang membuang sampah secara semabarangan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Jika sampah-sampah tersebut dibiarakan begitu saja tanpa adanya penanganan, maka sampah-sampah terseut semain hari semakin banyak dan dampaknya juga lebih besar. Sampah-sampah tersebut akan menurunkan produktivitas tanah hingga akhirnya tanah menjadi tandus. Dengan adanya timbunan sampah di tanah, maka lahan tempat tumbuhnya tumbuhan tertuti olah sampah tersebut. Selain mengurangi tempat tumbuhnya tambuhan, sampah-sampah seperti plastic juga menymbangkan zat kimia ke dalam tanah. Inilah yang disebut dengan polusi tanah.
Selain menyebabkan kerusakan tanah, sampah-sampah tersebut juga mengganggu kesehatan manusia. Sampah-sampah tersebut dapat menyebabkan penyakit bagi manusia serta sampah-sampah tersebut merusak keindahan.









Gambar; kerusakan lahan dari limbah pabrik
Pada lahan kering di daerah ini kerusakan lahan juga disebabkan oleh pembuangan limbah oleh pabrik . Hal ini menyebabkan turunnya kualitas tanah. Selain itu juga lahan kering di daerah ini telah banyak mengalami alih fungsi lahan, khusunya untuk pembangunan pabrik-pabrik. Sehingga ada di beberapa tempat di daerah ini tampak gersang dan kering. Hal ini akan menyebabkan kurangnya daerah resapan air, sehingga jika musim huajn ridak dipungkiri jika di daerah ini mengalami banjir.









Gambar; kerusakan lahan yang berbatasan dengan air
Dari gambar di atas tampak, bahwa lahannya gersang. Gambar diatas adalah sungai yang langsung bermuara ke Selat Malaka. Dari sungai inilah para nelayan, mulai mengayuh kapal untuk menagkap ikan. Jika diamati secara seksama tebing-tebing sungai mengalami erosi dan lahan pinggir sungai banyak berserakan sampah yang disebabkan belum adanya kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan. Pada tebing sungai tersebut kelihatan bahwa disana tidak ditumbuhi oleh tumbuhan bakau. Jika hal ini terus diabiarkan, maka erosi akan semakin memperlebar daerah aliran sungai. Maka lahan pertanian dan pemukiman di pinggir sungai akan ikut tererosi.
Untuk daerah yang berbatasan langsung dengan air atau boleh dikatan pesisir, jika di lihat secara umum di Indonesia daerah pesisir selama ini masih ada permasalahan seperti penguasaan dan pemanfaatan lahan untuk tambak yang tidak sesuai dengan peruntukan dan ketentuan yang berlaku, illegal logging bakau, menurunnya hasil tangkapan nelayan tradisional sebagai dampak rusaknya hutan bakau. Sehingga bila hal ini tetap berlangsung akan dapat mengganggu kepentingan yang lebih luas yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang sangat membahayakan kehidupan. Masyarakat yang belum merasa memiliki tanggungjawab terhadap kawasan lingkungan pesisir, ekonomi masyarakat yang belum berdaya dan memiliki kemampuan menggali dan memanfaatkan peluang-peluang ekonomi yang ramah lingkungan.
Hal ini juga terjadi di Kecamatan Percut Sei Tuan, dengan kondisi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan yang kurang, seharusnya masyarakat setempat dan juga pemerintah harus lebiih intensif lagi dalam mengolah lahan pesisir tersebut agar tidak terjadi kerusaan yang semakin parah.









Gambar; bakau yang mengalami kerusakan
Jika terjadi kerusakan maka, lahan ini akan menjadi bencana bagi masyarakat. Dimana akan terjadi abrasi yang membuat garis pantai semakin jauh ke daerah pedalaman.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tidak semakin parah maka dilakukan konservasi. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992).
Jadi kegiatan konservasi untuk mengatasi kerusakan lahan yang terjadi pada daerah pesisir percut adalah:
- Menggalakkan sistem peduli sampah
- Menanami pohon di pinggir sungai agar tidak terjadi erosi oleh air sungai
- Menghimbau kepada para pemilik pabrik agar membuat pembuangan limbah khusus, sebelum di buang ke tanah/air
- Menanam lebih banyak bakau di daerah panatai untuk mengurangi abrasi, walapun kesuburan tanah kurang dengan cara pemeliharaan yang intensif.
Secara garis besar, metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan utama, yaitu : (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, (3) secara kimia.

1) Konservasi Secara Agronomis
Konservasi tanah secara vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu :
a. Tanaman Penutup Tanah
Berdasarkan habitus pertumbuhannya, Ochse at al menetapkan tanaman penutup menjadi lima golongan, yaitu :
1. Tanaman penutup tanah rendah, jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau menjalar.
• Dipergunakan pada pola pertanaman rapat
• Dipergunakan dalam barisan
• Dipergunakan untuk keperluan khusus dalam perlindungan tebing, talud teras, dinding saluran irigasi maupun drainase.
2. Tanaman penutup tanah sedang, berupa semak.
• Dipergunakan dalam pola pertanaman teratur diantara barisan tanaman pokok.
• Dipergunakan dalam barisan pagar.
• Ditanam di luar tanaman pokok dan merupakan sumber mulsa atau pupuk hijau.
3. Tanaman tanah tinggi
• Dipergunakan dalam pola pertanaman teratur diantara barisan tanaman poko
• Ditanam dalam barisan
• Dipergunakan untuk melindungi tebing ngarai dan penghutanan kembali.
4. Tumbuhan rendah alami ( semak belukar )
5. Tumbuhan yang tidak disukai (rumput pengganggu)

b) Pertanaman dalam Strip
Pertanaman dalam strip adalah cara bercocok tanam dengan beberapa jenis tanaman ditanam berselang-seling dalam strip-strip pada sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau garis kontur. Tanaman yang ditanam biasanya tanaman pangan atau tanaman semusim diselingi dengan strip-strip tanaman penutup tanah yang tumbuh cepat, dan rapat untuk pupuk hijau.
System pertanaman dalam strip dapat dikelompokkan kedalam tiga tipe yaitu :
 pertanaman dalam strip menurut garis kontur (contour strip cropping)
 pertanaman dalam strip lapangan (field strip cropping)
 pertanaman dalam strip berpenyangga (buffer strip cropping)

c) Pertanaman berganda
Pertanaman berganda (multiple cropping) berguna untuk meningkatkan produktivitas lahan sambil menyediakan proteksi terhadap tanah dari erosi. System ini dapat dilakukan baik dengan cara Pertanaman beruntun dan tumpang sari.

d) Penggunaan Mulsa
Mulsa adalah sisa-sisa tanaman (crop residus) yang ditebarkan di atas permukaan tanah. Sedangkan sisa-sisa tanaman tersebut ditanam dibawah permukaan tanah dinamakan pupuk hijau. Jika sisa-sisa tanaman tersebut ditumpuk terlebih terlebih dahulu di suatu tempat sehingga mengalami proses humifikasi dinamakan kompos.

e) Penghutanan kembali (reboisasi)
Reboisasi merupakan cara yang cocok untuk menurunkan erosi dan aliran permukaan, terutama jika dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air uuntuk mengatur banjir. Secara lebih luas, reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Tanah yang r
Usak tesebut dapat berupa hutan gundul/rusak, belukar, padang ilalang atau tanah terlantar lainnya. Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik dari segi habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar dan minyak.

2) Konservasi Secara Mekanis
Prinsip dasar konservasi tanah adalah mengurangi banyaknya tanah yang hilang akibat erosi. Adapun usaha konservasi tanah yaaang termasuk dalam metode mekanis meliputi :
• Pengolahan tanah yang tepat
Pengolahan tani adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam di dalam tanah, dan memberantas gulma.
Untuk mencapai hasil pengelolaan tanah yang tidak hanya baik bagi pertanian, tapi juga bagi usaha-usaha konservasi, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah :
 Tanah diolah seperlunya saja
 Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan air yang tepat
 Pengolahan tanah dilakukan sesuai dengan garis kontur
 Merubah kedalaman pengolahan tanah
 Pengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan pemberian mulsa

• Pengolahan tanah menurut garis kontur
Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur dapat mengurangi laju erosi sampai 50 % dibandingkan dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut lereng.
• Guludan (contour bunds)
Guludan adalah tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan/lereng. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air dibagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng.
• Pembuatan terras
Teras adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong kemiringan lahan, yang berfunsi untuk menangkap aliran permukaan, serta mengarahkannya ke outlet yang mantap dengan kecepatan yang tidak erosif.


3) Konservasi Secara Kimiawi
Struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kepekaan tanah terhadap ancaman erosi. Oleh karena itu, sejak tahun 1950-an telah dimulai adanya preparat-preparat kimia yang secara umum diseut pemantapan tanah (soil conditioner). Sarief (1985) mengemukakan bahwa usaha pemantapan tanah yang bertujuan untuk sifat fisik tanah dengan menggunakan preparat-preparat kimia baik secara buatan atau alami 1951. Pada saat itu diperkenalkan krillium sebagai bahan pemantap tanah pertama oleh polyacrylonitrile yang terhidrolisa. Selang kurang dari dua tahun kemudian telah diperkenalkan ratusan paten bahan pemantap tanah yang sama.
Perkembangan penggunaan bahan pemantap tanah pada awalnya cukup baik, tetapi berhubung mahalnya preparat-preparat yang dipasarkan, penggunaanya semakin terbatas, khususnya hanya pada lahan-lahan sempit. Walaupun telah terbukti bahwa penggunaan pemantap tanah tidak hanya mampu meningkatkan kemantapan agregat tanah, tetapi juga mampu meningkatkan hasil tanaman.
Bahan pemantap tanah yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
• Mempunyai sifat yang adhesive serta dapat bercampur dengan tanah secara merata
• Dapat merubah sifat hidropobik atau hidropolik tanah, yang dengan demikian dapat merubah kurva penahanan air tanah
• Apat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, yang berarti mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan air
• Daya tahan sebagai pemantap tanah tidak cukup memadai, tidak terlalu singkat dan tidak terlalu lama
• Tidak bersifat racun ( phytotoxix) dan harganya terjangkau (murah).


































BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa di derah Percut Sei Tuan, masih terdapat lahan yang mengalami kerusakan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan dan juga karena faktor alam. Kerusakan lahan di daerah ini masih dalam skala kecil atau belum terlalu parah.
Jadi, agar kerusakan ini tidak semakin parah maka diperlukan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi kersakan tersebut. Pemerintah setempat harus mengambil langkah-langkah yang tegas dan bijaksana. Dan jika ada yang melakukan pelanggaran dalam kebijakan pemerintah tersebut maka diberikan sanksi. Hal ini untuk kebaikan bersama. Dengan demikian kualitas lahan tetap terjaga yaitu dalam hal kesesuai, kemampuan dan nilai lahan.





















DAFTAR PUSTAKA

Mardiyanto, Antun (Juni 1997). Perubahan Kebijakan Pemanfaatan Lahan, Makalah.
Purba, MR. 1986. Tata Guna Lahan, Medan. Diktat
Sitorus, Santun. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito
Dahuri, et.al., 2001 dalam http://wikantika.wordpress.com/2008/04/30/fenomena-kawasan-pesisir/
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/isu-strategis/permasalahan-kawasan-pesisi dan-pantai
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?p=86
http://www.landpolicy.or.id/kajian/2/tahun/2008/bulan/04/tanggal/04/id/104/
http://elank37.wordpress.com/2007/11/28/sistem-informasi-sumber-daya-lahan/
Soegiarto,1976; Dahuri et al, 2001 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Wilayah_pesisir
http://percutseituan.net/?page_id=48

1 komentar:

  1. Bet365 1xBet Korean Betting and Review | Legalbet
    Check out how to get bet365 1xBet 1xbet com gh Korean Betting and review the types of bet365 bet options, bonus markets and banking methods.

    BalasHapus